Senin, 28 Januari 2013

Makalah Tafsir Harta Anak Yatim & Hadhonah




Tafsir Ayat Ahkam Hadhonah



Untuk Memenuhi Tugas Tafsir Ahkam II
Dosen : Muh Julijanto M. Ag

Oleh :
M Fabri Rahman (26.10.2.2.011)



Fakultas Syari’ah
Al-Ahwal Asy-Syakhsyiyah
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
2012




Daftar Isi





Bab I Pendahuluan

A.   Latar belakang

Ilmu Tafsir merupakan ilmu yang penting dipelajari dalam Islam. Sebab telah kita ketahui bahwa Al Quran sebagai tuntunan dan pedoman hidup manusia diturunkan dalam Bahasa Arab. Kita bukan Bangsa Arab, untuk itu dalam memahami Al Quran perlu untuk mempelajari Ilmu Tafsir terlebih dahulu, mengingat bahwa hukum serta syariat dalam islam tidak mungkin untuk dilaksanakan sebelum dipahami benar maksudnya dan disingkap rahasia-rahasia di dalamnya demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam melindungi dan memberikan hak hak kepada semua manusia tanpa membeda bedakan untuk menjalankan kehidupan secara layak. Diantara kehidupan yang harus menjadi perhatian orang dewasa adalah nasib anak. Karena anak adalah manusia yang masih kecil, baik dari segi fisik, pikiran dan kejiwaannya. Mereka membutuhkan nafkah dari orang lain, perlindungan hidup dan pendidikan. Setiap anak yang lahir kedunia ini tidak bernasib sama.
Ada anak yang mendapatkan hak haknya dari kedua orangtuanya. Namun ada juga yang dikarenakan persoalan ekonomi yang menghimpit kedua orangtuanya atau ditelantarkan oleh ibu yang melahirkan dengan dibuang karena merasa malu hasil dari kumpul kebo atau sebab lainnya. Maka anak harus dirawat dan dibesarkan oleh orang lain yang terpanggil hatinya untuk membiayai semua kebutuhan hidup anak. Anak yang bukan diasuh oleh orang tua kandungnya tersebut disebut anak pungut atau anak angkat dan orang yang memungut atau mengangkatnya disebut bapak asuh.

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat di ambil rumusan masalah sekaligus pembahasan dalam permasalahan berikut :
  1. Bagaimana pemeliharaan anak yatim?
  2. Bagaimana penyerahan harta warisan kepada anak yatim?
  3. Apakah hokum dalam mengadopsi dalam islam?

Bab II Pembahasan

A.   Surat An Nisaa 5-6

a)      An Nisaa Ayat 5-6

Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkŽÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ (#qè=tGö/$#ur 4yJ»tGuŠø9$# #Ó¨Lym #sŒÎ) (#qäón=t/ yy%s3ÏiZ9$# ÷bÎ*sù Läêó¡nS#uä öNåk÷]ÏiB #Yô©â (#þqãèsù÷Š$$sù öNÍköŽs9Î) öNçlm;ºuqøBr& ( Ÿwur !$ydqè=ä.ù's? $]ù#uŽó Î) #·#yÎ/ur br& (#rçŽy9õ3tƒ 4 `tBur tb%x. $|ÏYxî ô#Ïÿ÷ètGó¡uŠù=sù ( `tBur tb%x. #ZŽÉ)sù ö@ä.ù'uŠù=sù Å$rá÷èyJø9$$Î/ 4 #sŒÎ*sù öNçF÷èsùyŠ öNÍköŽs9Î) öNçlm;ºuqøBr& (#rßÍkô­r'sù öNÍköŽn=tæ 4 4xÿx.ur «!$$Î/ $Y7ŠÅ¡ym ÇÏÈ
Artinya :
5.  Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[1], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
6.  Dan ujilah[2] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

b)     Kosakata

As-Sufaha ä!$ygxÿ¡9$#Merupakan bentuk Jamak dari safih, berasal dari kata kerja safiha - yasfahu, berarti ‘tidak memiliki kelayakan atau pengetahuan’, ‘bodoh’, ‘berakhlak buruk’. Artinya kata dasarnya enteng, lemah dan lain-lain. Saubun safih berarti pakaian jelek tenunanya. Ramahun tasaffahat artinya tombak-tombak yang miring. Denga  demikian, safih berarti ‘orang yang tidak memiliki kemampuan dan penmgetahuan, yang bodoh atau yang berakhlak buruk’.dengan kaitan ayat yang dimaksud sufaha menunjukkan kepada anak-anak yatim yang masih dalam keadaan kurang pengetahuan atau kemampuannya untuk mengenlola harta yang menjadi haknya. Walaupun mereka sudah cukup umur untuk mendapatkan harta yang menjadi haknya, namun karena keadaannya itu sebaiknya hartanya itu tetap dikelola oleh waliny, karena di khawatirkan hartanya itu akan habis tanpa ada manfaatnya.

c)      Munasabah

Ayat yang lalu adalah perintah untuk mengembalikan harta anak yatim yang dewasa, tidak mengawininya bila khawatir tidak berlaku adil terhadapnya dan perintah memberikan mahar kepada istri. Ayat ini menerangkan tentang syarat waktu penyerahan harta anak yatim tersebut.

d)     Tafsir

Ayat (5) para wali dan pelaksanaan wasiat (wasi) yang memelihara anak yatim agar penyerahan harta anak yatim yang ada dalam kekuasaanya apabila anak yatim itu telah dewasa dan dapat menjaga hartanya. Apabila belum mampu maka tetaplah harta tersebut di pelihara dengan sebaik-baiknya karena harta adalah modal kehidupan.
Segala keperluan anak yatim seperti pakaian, makan, pendidikan, pengobatan dan sebagainya dapat diambil dari keuntungan harta itu apabila harta tersebut diusahakan (diinvestasikan). Kepada mereka hendalklah bekata lemah lembut penuh kasih sayang dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
Al-Fakhurrazi berkata :” harta adalah sesuatu yang dapat di ambil manfa’atnya serta di butuhkan oleh setiap jenis manusia. Disebabkan kesatuan jenis ini maka baik sekali penasaban harta orang-orang yang tak pandai memelihara hartanya kepada para walinya ( seolah-olah milik para wali itu ).[3]
Ayat (6) sebelum harta diserahkan anak yatim, apabila mereka telah balig dan mampu dalam menggunakan harta mereka terlebih dahulu kepada mereka diberikan ujian. Apakah benar ia dapat memelihara dan menggunakany dengan baik. Sebagaimana di pahami oleh mazhab Syafi’i. Mazhab hanafi mewajibkan wali menyerahkan harta pada umur dewasa dengan syarat cerdas, mampu dan pada umur 25 tahun walaupun dalam keadaan tidak cerdas.
Janganlah para wali ikut mengambil atau memekan harta anak yatim secara berlebihan. Apabila wali termasuk orang yang mampu henddaklah ia menahan diri agar tidak ikut memekan harta anak yatim tersebut. Tetapi wali dalam keadaan kekurangan, maka ia boleh memakanya secara baik dan tidak melampui batas.
            Apabila maasa penyerahan sudah tiba, maka dilakukan dihadapan dua orang saksi untuk menghindari adanya perselisihan dikemudian hari. Allah selalu menyaksikan dan mengetahui apa yang dilakukan oleh manusia. Tidak ada hal yang tersembunyi bagiNya baik di bumi maupun di langit.

e)      Kesimpulan

1.      Dilarang menyerahkan harta anak yatim selam ia masih dalam keadaan belum dapat mengelola harta dengan baik meskipun ia telah balig.
2.      Wajib bagi wali memerlakukan mereka dengan penuh kasih sayang sepetrti anak mereka sendiri.
3.      Jika anak yatim telah dewasa, maka untuk menyerahkan hartanya harus menguji kecerdasanya terlebihdahulu.
4.      Harus ada dua orang saksi untuk menyaksikan serah terima harta tersebut.
5.      Bagi wali yang mampu dilarang memakan harta anak yatim, sedang bagi yang tidak mampu diperkenankan mengambil harta tersebut sekedar keperluan dan tidak berlebihan.[4]

B.   Surat An Nisaa 7-10

a)      An Nisaa 7-10

ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ #sŒÎ)ur uŽ|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ |·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ
7.  Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.
8.  Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[5], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu[6] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
9.  Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
10.  Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

b)     Kosakata

p­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ
Dalam Al-Qur’an sekurangnya disebut dua kali dalam surat Al-Baqarah 226. Zurriyayah du’afan berarti anak-anak (keturunan) yang masih kecil-kecil, dalam arti belum dewasa. Sedangkan Zurriyayah du’afan berarti keturunan yang serba lemah, lemah fisik, mental, sosial, ekonomi, ilmu pengtahuan, spiritual dan lain-lain yang menyebabkan mereka tidak mampu menjalankan fungsi utama manusia, baik sebagai khalifah maupun sebagai makhlikNya yang harus beribadah kepadaNya. Tegasnya, Allah berpesan kepada generasi yangb tua jangan sampai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan justru generasi yang tak berdaya, yang tidak dapat mengembangkan fungsi dan tanggung jawabnya. Upaya pemberdayaan generasi penerus terletak di pundak generasi sebelumnya, orang tua dan masyarakat.

c)      Munasabah

Ayat yang terdahulu menjelasskan tentang haram memakan harta anak yatim dan diperintahkan menyerahkan semua hartanya kepadanya bila telah dewasa dan larangan mengambil mahar perempuan yang sudah dinikahi tanpa mahar. Maka dalam ayat ini dijelaskan tentang perlakuan terhadap anak yatim dan hartanya.

d)     Sebab Nuzul

Diriwayatkan, ketika aus bin sabit al-Ansari meninggal dunia, ia meninggalkan seorang istri yaitu ummu kuhhah dan tiga orang anak perempuan. Kemudian dua orang anak paman aus yakni suwaid dan arafah melarang memeberikan harta warisan itu kepada istri dan ketiga anak perempuannya, sebab menurut adat jahiliah anak-anak dan perempuan tidak mendapat warisan apa pun karena tidak sanggup menunt balas ( bila terjadi pembunuhan dan sebagainya ). Kemudian istri Aus mengadu kepada Rasulullah saw, lalu Rasul memanggil Suwaid dan ‘Arfatah. Keduanya menerangkan kepada Rasulullah bahwa anak-anakny tidak dapat menunggang kuda, tidak sanggup memikul beban dan tidak bias pulang menghadapi musuh. Kami bekerja, sedang mereka tidak berbuat apa-apa. Maka turun lah ayat ini mentapkan haknperempuan dalam menerima warisan sebagaimana dijelaskan dalam ayat waris.

e)      Tafsir

(7) apabila anak yatim menerima harta dari kedua orang tuanya atau kerabatnya yang lain mereka sama mempunyai bagian dan hak. Masing-masing mereka akan mendapatkan bagian yang telah ditentukan oleh Allah. Tak seorang pun dapat mengambil dan mengurangi hak mereka.
            (8) dan apabila pada waktu diadakan pembagian harta warisan ikut pula kerabat yang tidak berhak mendapatkan warisan, begitu pula fakir miskin dan anak yatim, maka kepada mereka diberikan sedikit sebagai hadiah menurut keikhlasan ahli waris agar mereka tidak hanya menyaksikan saja ahli waris mendapatkan bagian. Dan seraya diucapkan kata-kata yang menyenangkan hati mereka. Ini sangat bermanfaat untuk menjaga silaturahmi dan persaudaraan agar tidak agar tidak diputuskan dengan hasad dan dengki. Di samping itu, bagi para ahli waris hal ini menjadi rasa syukur kepada Allah.
            (9) orang yang telah mendekati akhir hayat  diperingatkan mereka untuk memikirkan, jangan kan meninggalkan anak-anak dan keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan mereka di kemudian hari. Untuk itu selalu beertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah, selalu berkata lemah lembut,terutama anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka sebagai anak kandung sendiri.
            (10)  sekali lagi peringatan ini diberikan orang yang tidak berlaku adil dan zalim yakni tidak mengindahkan peraturan yang telah ditetapkan Allah, mereka seakan-akan memenuhi perut mereka dengan api.

f)       Kesimpulan

  1. Keluarga yang ditinggal mati, abik perempuan dan laki-laki, sama-sama mempunyai hak menerima warisan sebagai mana ditetapkan dalam ayat kewarisan.
  2. Dianjurkan member hadiah kepada kerabat, anak yatim dan fakir miskin pada saat pembagian warisan yang kebetulan mereka tidak mendapat bagian dari harta warisan.
  3. Sebelum meninggal dunia dianjurkan kaum muslimin memikirkan kehidupan anak-anaknya di kemudian hari agar tidak terlantar.[7]

C.   Surat Al Ahzab 4-5

a)      Al Ahzab 4-5

$¨B Ÿ@yèy_ ª!$# 9@ã_tÏ9 `ÏiB Éú÷üt7ù=s% Îû ¾ÏmÏùöqy_ 4 $tBur Ÿ@yèy_ ãNä3y_ºurør& Ï«¯»©9$# tbrãÎg»sàè? £`åk÷]ÏB ö/ä3ÏG»yg¨Bé& 4 $tBur Ÿ@yèy_ öNä.uä!$uŠÏã÷Šr& öNä.uä!$oYö/r& 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä3ä9öqs% öNä3Ïdºuqøùr'Î/ ( ª!$#ur ãAqà)tƒ ¨,ysø9$# uqèdur Ïôgtƒ Ÿ@Î6¡¡9$# ÇÍÈ öNèdqãã÷Š$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù Îû ÈûïÏe$!$# öNä3Ï9ºuqtBur 4 }§øŠs9ur öNà6øn=tæ Óy$uZã_ !$yJÏù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4 tb%Ÿ2ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JŠÏm§ ÇÎÈ
4.  Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[8] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).
5.  Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[9]. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

b)     Kosakata

تظهرون  : Berdzihar. Orang-orang Arab di zaman jahiliah dahulu menceraikan istri-istri mereka dengan kalimat tersebut. Dzihar bagi mereka adalah talak, setelah Islam datang mereka di larang berdzihar dan mewajibkan membayar kafarat terhadap mereka yang mendzihar istrinya.
أدعيا ءكم : Bentuk jamak dari kata دعيّ  yaitu orang yang di panggil “anak” yaitu “adopsi” atau pengangkatan anak.
موا لكم  bentuk jamak  مو لىdari kata و لى adalah adanya dua hal/pihak atau lebih yang tidak suatu pun yang berada dalam keduanya.[10]

c)      Munasabah

Allah menjelaskan tentang dzihar dan adopsi anak dalam ayat tersebut terdapat hubungan dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang perkara yang bathil yang diada-adakan oleh orang jahiliyah.

d)     Sebab Nuzul

Ayat (4) ini terrun berkenaan dengan pernikahan Raulullah dengan Zainab binti Jahsy, janda Zaid bin Harisah, hamba sahaya Rasulullah yang sudah beliau merdekakan dan dijadikan anak angkat sebelum ia menjadi nabi. Orang yahudi dan orang munafik mencela Rasulullah karena menikahi janda anaknya, padahal Rasulullah melarang pernikahan yang sama untuk orang lain. Maka turunlah ayat ini.[11]

e)      Tafsir

Dalam ayat ini Allah menghubungkan keturunan (nasab) anak-anak angkat kepada dua nasab, pertama kepada ayahnya, kedua kepada wala’. Dan Allah menjadi wala’ dengan nikmat. Rasulullah bersabda : ”sesungguh nyawala’ adalah bagi orang yang memerdekakan.
Akhir uraian ayat di atas adalah larangan mempersamakan status hukum anak angkat dengan anak kandung. Maka ayat ini memberi tuntunan dengan menyatakan bahwa : panggilah mereka yakni anak-anak angkat itu dengan menggandengkan namanya dengan nama bapak-bapak kandung mereka, itulah yang lebih dekat untuk berlaku adil pada sisi dan pandangan Allah, dan jika kamu tidak mengetahuinya siapa atau nama bapak-bapak mereka dengan sebab apapun, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudara kamu seagama bila anak angkat itu telah memeluk islam dan yakni atau maula-maula kamu yakni orang-orang dekat kamu. Dan tidak ada dosa atas kamu terhadap apa yang kamu khilaf padanya antara lain bila kamu memanggilnya tidak seperti yang kami perintahkan ini, tetapi yang ada dosanya ialah apa yang disengaja oleh hati kamu. Dan adalah Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

f)       Kandungan Hukum

  1. Islam telah menghapuskan tradisi dzihar itu dan memandangnya sebagai suatu kedustaan dan kesesatan, Islam mengharamkan dzihar tetapi menjadikan keharamannya itu mempunyai bats waktu yaitu sampai si suami membayar kafarat atas dzihar yang diucapkannya.
  2. Islam juga mengharamkan adopsi, karena terkandung penasaban seorang anak kepada seorang yang bukan bapak kandungnya sendiri.
  3. Penerimaan seseorang sebagai anak sendiri yang di perkenankan oleh Islam tidak ada hubungannya sama sekali dengan adopsi yang di haramkan Islam, sebab syarat bagi halalnya penerimaan yang sah ialah bahwa orang yang menerima anak itu mengetahui bahwasanya yang di terima sebagai anaknya itu adalah anaknya. Adapun adopsi yang di larang ialah dengan pengetahuan seseorang bernasab kepada orang yang bukan ayahnya dengan pengetahuan penuh bahwa ia bukan anaknya.

g)      Kesimpulan

  1. Anggapan bahwa orang yang cerdik pandai mempunyai dua hati dalam rongganya adalah dugaan yang bathil yang bertentangan dengan agama dan akal sehat.
  2. Kepercayaan bahwa istri yang di dzihar menjadi menjadi sebagai ibu kandung tidak lain hanya dugaan buatan jahiliyah yang bodoh.
  3. Di haramkannya adopsi dalam Islam dan kewajiban memanggil anak-anak ngkatnya dengan menasabkan mereka kepada bapak kandungnya.

Daftar Pustaka

Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya, 2010, Jakarta : Lentera Abadi
Al-Rozi, Fahruddin, Tafsir Fhar Al-Rozi, Dar Al-Fikr, Beirut, 1985.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Admin, 1987, Bairut : Dar al-Ilmiyyah
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari,  Tafsir At-Thabari, Jakarta : Pustaka Azzam, 2009



[1] orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya.
[2]Yakni: mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.
[3] Tafsir ar-Rozi jilid 9 hal. 184
[4] Al Qur’an dan tafsirnya jilid II hal. 119
[5] kerabat di sini maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka.
[6] pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan.
[7] Al Qur’an dan tafsirnya, jilid II hal. 127
[8] zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
[9]Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.
[10] Tafsir Al-Mishbah vol 11 hal. 223
[11] Al-Qur’an dan tafsirnya jilid 7 hal. 611

Tidak ada komentar:

Posting Komentar