Rukyat Awal Bulan Qomariyah dan Cara Pelaksanaannya
Makalah ini di buat untuk Tugas
Mata Kuliah Ilmu Falak
Dosen pengampu : Fairuz Sabiq, MSI
Disusun oleh :
M.Fabri Rahman (26.10.2.2.011)
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2012
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat
Indonesia sebagai masyarakat majemuk dengan keragaman suku, agama, ras, bahasa,
budaya dan lainnya dengan secara sosial-budaya menjadikan agama berperan
penting dan bermakna serta menghargai perbedaan, keragaman dalam realitas
keberagaman masyarakat.
Salah
satu fenomena keagamaan yang muncul dalam masyarakat di Indonesia pada tahun-tahun terakhir, adalah perbedaan cara
penetapan bulan qomariyah, kendati bagi sebagian orang dianggap kurang penting,
namun bagi sebagian orang menjadi masalah yang sangat penting dan mendasar,
terutama dalam penentuan awal bulan ramadhan, syawal dan dzulhijjah. Dengan
menggunakan ilmu Falak terutama yang mempelajari penentuan awal bulan khususnya
sistem rukyat agar dapat mengerti dan bisa memahami persoalan yang ada, tentunya
untuk memecahkan masalah perbedaan penentuan awal bulan Qomariyah bagi umat
Islam.
B. Rumusan masalah
Dari
latar belakan di atas maka dapat di rumusan masalah berupa :
- Apa pengertian bulan qomariyah itu?
- Apakan yang dinamakan Rukyat?
- Bagaimana cara pelaksanaan Rukyat?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian bulan Qamariyah
Istilah bulan dalam bahasa Arab
identik dengan al-syahr atau al-syuhrah yang berarti kemashyuran
dan kesombongan, sementara itu al-syahr juga berarti al-qamar itu
sendiri dalam bahasa Inggris disebut lunar,
yaitu benda langit yang menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar
karena sifat nampaknya yang jelas. Dalam pengertian ini bulan Qamariyah
berarti hitungan bulan berdasarkan pada system peredaran bulan (al-qamar/lunar)
mengelilingi bumi. Sebagai diketahui bahwa perjalanan waktu di bumi ditandai
dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan. Hal ini telah
dinyatakan oleh Allah swt dalam al-Qur’an :
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇÎÈ
"Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak[1].
dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui".[1]
Oleh karena itu, di antara benda langit yang dianggap
paling penting menurut ahli falak adalah matahri, bumi dan bulan. Peredaran
tiga benda langit tersebut penting untuk menentukan awal bulan, tahun, sholat dan sebagainya. Peredaran bulan
mengelilingi bumi menjadi kaedah penyusunan bulan Qamariyah sedang peredaran
bumi mengelilingi matahari menjadi dasar penentuan bulan Syamsiyah dan waktu
shalat.
Penetapan awal bulan Qamariyah dapat dinyatakan menjadi
dua, yaitu sistem hisab dan rukyat yang sama-sama mempunyai sasaran melihat hilal.
B. Rukyat
Secara
etimologi (bahasa) rukyat berasal dari bahasa arab yaitu kata al-ra’a yang berarti melihat dengan mata, maksudnya adalah
melihat dengan mata bugil (langsung). Sedang kata al-hilal berarti bulan
sabit, yaitu tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan.[2]
Sedang menurut Ibn Mandzur menjelaskan bahwa yang disebut hilal
adalah malam tanggal 1,2 dan 3 pada awal bulan Qamariyah. Dengan demikian
yang dimaksud ru’yah al hilal adalah melihat bulan tanggal 1,2 dan 3
pada awal bulan Qamariyah.
Adapun cara
menentukan awal bulan Qamariah adalah dengan melihat dengan mata telanjang atau
dengan menggunakan alat yang dilakukan pada akhir bulan atau tanggal 29 bulan
Qamariyah pada saat matahari tengglam. Jika berhasil dilihat sejak malam itu
sudah dihitung tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak berhasil maka malam
itu dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga
umur bulan disempurnakan menjadi 30hari atau yang dinamakan istikmal.
Dari Ibnu ’Umar radliyallaahu
’anhuma, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :الشهر تسع وعشرون ليلة فلا تصوموا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين
”Bulan itu ada 29 malam (hari). Janganlh kalian mulai berpuasa hingga melihat bulan. Apabila ia tertutup dari pandangan kalian, maka sempurnakanlah hitungan hari (dalam satu bulan) menjadi 30 hari” (HR. Al-Bukhari no. 1907).
Rukyat yang dijadikan dasar adalah hasil rukyat di Indonesia (bukan rukyat global) serta berlaku diseluruh wilayah Indonesia (wilayatul hukmi), sehingga apabila salah satu tempat di Indonesia dapat menyaksikan hilala, maka ulil amri dapat menentukan awal bulan berdasarkan rukyat yang demikian itu untuk sewilayah Indonesia.
Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang berlaku umum bagi segenap lapisan masyarakat muslim di Indonesia adalah penetapan (itsbat) yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, cq. DepAg RI selama itsbat ini dilakukan atas dasar hasil rukyah
Ditinjau secara histori pada masa Rasulullah dan Sahabat, penentuan awal bulan untuk keperluan waktu ibadah ditentukan secara sederhana yaitu dengan pengamatan langsung tanpa menggunakan alat untuk melihat hilal (ru’yah bil fi’li). Seiring berjalanya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan yang cukup pesat termasuk juga dalam ilmu falak, maka banyaknya kemunculan sistem baru dalam penentuan awal bulan.
C. Sistem ru’yah bil fi’li
Ru’yah bil fi’li ini adalah sistem penentuan awal bulan yang dilakukan pada masa Nabi dan para Sahabat bahkan sampai sekarang masih digunakn oleh umat islam, terutama dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Sistem rukyat ini hanya bisa dilakukan untuk kepentingan ibadah dan tiak bisa diaplikasikan untuk membuat kalender, sebab menyusun kalender harus diperhitungkan jauh sebelumnya dan tidak tergantung ada hasil rukyat.Usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan setiap akhir bulan (tanggal 29) disebelah barat saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil dirukyat, sejak malam itu sudah dihitung tanggal satu bulan baru. Tetapi jika tidak berhasil maka malam dan keesokan harinya masih merupakan bulan yang sedang berjalan, sehingga digenapkan 30hari (istikmal).
D. Dasar hukum sistem Rukyat
Didalam al-Qur’an terdapat beberapa petunjuk yang dijadikan sumber hukum penentu awal bulan Qamariyah, pertama Allah swt menyatakan bahwa hilal sebagai penentu waktu dan saat pelaksanaan ibadah haji :
*
tRqè=t«ó¡o
Ç`tã
Ï'©#ÏdF{$#
( ö@è%
}Ïd
àMÏ%ºuqtB
Ĩ$¨Y=Ï9
Ædkysø9$#ur ... ÇÊÑÒÈ
“ Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit(hilal).
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan
(bagi ibadat) haji”. (QS. Al-Baqarah 189)Kedua, Allah menyatakan bahwa barang siapa yang berpuasa yang menyaksikan masuknya bulan ramadhan wajib berpuasa :
ãöky
tb$ÒtBu
üÏ%©!$#
tAÌRé&
ÏmÏù
ãb#uäöà)ø9$#
Wèd
Ĩ$¨Y=Ïj9
;M»oYÉit/ur
z`ÏiB
3yßgø9$#
Èb$s%öàÿø9$#ur
4 `yJsù
yÍky
ãNä3YÏB
tök¤¶9$#
çmôJÝÁuù=sù
(... ÇÊÑÎÈ
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa” ... (QS Al-Baqarah 185) Sebagai penjelasan dari ketentuan global terkandung dalam al-Qur’an, yang termuat dalam berbagai hadist antara lain :
Pertama, mengenai ru’yah al-hilal atau istikmal :
Rasulullah saw bersabda :
صو مو ا لر ؤيته وأ فطروالرؤيته فإن غبي علىكم فأ كملوا عدة شعبان ثلا ثين.
Artinya : “berpuasalah kamu sekalian karena melihat
hilal, dan berbukalah kamu sekalian karena melihat hilang. Bila hilal tertutup
awan maka sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari” (HR. Abu Daud).Kedua, bahwa Rasulullah memulai berpuasa dan memerintahkan umat Islam berpuasa ketika mendapat khabar adanya ru’yah al-hilal :
تراى النٌّا س الهلال فأخبر ت النبيّ صلي الله عليه و سلّم أنّي رايته فصام
وأمر النّاس بصيامه.
Artinya : “manusia bersama-sama mrukyat hilal, kemuian
saya memberitahukan kepada Nabi bahwa melihatnya. Lalu Nabi saw siap berpuasa
dan menyuruh orang-orang berpuasa”. (HR Abu Daud).Penetapan awal bulan Qomariyah dengan dasar rukyah ini diambil dan telah disepakati oleh para ulama, diantaranya Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali dll
Dalam kitab al-Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah disebutkan yang artinya :
“
tidak perlu diperhatikan perkataan ahli perbintangan. Oleh karena itu, tidak
wajib bagi mereka untuk berpuasa berdasarkan hisabnya, dan juga bagi orang yang
mempercayainya. Karena pembuat syari’at (Allah swt) mengkaitkan
(menggantungkan) puasa pada tanda-tanda yang tetap dan tidak berybah sama
sekali, yaitu rukyatul hilal atau menyempurnakan bilangan tigapuluh hari”
(kitab al-Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah, jilid I hlm 551)[3]
Sebagai
konsekuensi berpegangan dengan rukyat maka tetap melakukan rukyah di lapangan
walaupun menurut ahli hisab hilal masih di bawah ufuk yang menurut pengalaman
hilal tidak akan terlihat. Hal demikian ini dilakukan agar penggunaan istikmal
itu tetap didasarkan pada rukyat dilapangan yang tidak berhasil melihat hilal,
bukan atas dasar hisab.
E. Persiapan Rukyat
a.
Menentukan lokasi dengan data lintang dan busur
tempatnya menggunakan alat :
a)
Peta Bumi atau Atlas
b)
GPS (Globe Positioning system)
b.
Menentukan arah mata angin, dengan alat :
a)
Kompas magnetik
b)
Theodolit
1.
Teropong gawang
2.
Gawang lokasi
3.
Stopwatch
4.
Benang/tali dan meteran
5.
Penyiku dan busur
6.
Lot (pendulum, bandulan)
7.
Laptop dan LCD
8.
DLL.
Misalnya rukyat awal bulan syawal 1424 H, dengan tempat Tanjung Kodok, Lamongan, maka data hilal yang diperlukan meliputi :
Rukyat Tanjung Kodok, Lamongan, dengan data :
Lintang tempat (µ = phi) = -6ᵒ 51’ 50.22” (LS)
Bujur tempat (λ = lamda) = 112ᵒ 21’ 27.8” (BT)
Tinggi hilal (h) = 10 meter diatas air laut
Ijtima al-hilal awal bulan syawal 1424 H, terjadi pada :
Jam 06: 1: 4.07 WIB, hari senin wage, 24 november 2003
Situasi Hilal pada tanggal 24 November 2003 M., sebagai berikut :
Matahari terbenam = 17: 31: 29.95 WIB
Deklinasi matahari = -20ᵒ 30’ 37” (LS)
Azimut matahari (AM)= -20ᵒ 40’ 19.26” (B-S)
Deklinasi bulan(AHM)= -23ᵒ 21’ 20.99” (LS)
Azimut hilal (AHT) = -22ᵒ 54’ 12.76” (B-S)
Tinggi hakiki = 5ᵒ 45’ 48.87”
Tinggi mar’i (H) = 5ᵒ 16’ 34.98”
Kedudukan hilal = -2ᵒ 6’ 53.53” dari matahari
Lama hilal = 21menit 6.33detik
Dengan data yang tersedia, lebih lanjut membuat peta rukyat, yaitu lukisan yang menggunakan posisi hilal dan matahari pada saat matahari terbenam. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhyiddin Khozin (2004: 176) sebagai berikut :
Arah matahari= tan AM x
PB |
Arah hilal= tan
AHM x PB |
Tinggi hilal= (
PB/ cos AHM) x tan H |
Arah hilal terbenam=
tan AHT x PB |
a.
Buat garis lurus dari atas kebawah sepanang (misalnya)
10cm. Pada titik ujung bawah diberi tanda P sedangkan dititik ujung atas diberi
tanda B, sehingga terbuat garis PB yang panjangnya 10cm.
b.
Di ujung atas (titik B), dibuat garis melintang ke kiri
dan atau ke kanan (sesuai azimuth matahari dan hilal) tegak lurus pada
garis PB.
c.
Ukurlah titik arah matahari di garis melintang tersebut
(no. 2) dari titik B sepanjang hitungan rumus 1. Kemudian buatlah gambar
matahari tepat di bawah titik ini.
d.
Ukurlah titik arah hilal di garis mlintang
tersebut (no. 2) dari titik B sepanjang hasil hitungan rumus 2.
e.
Kemudian dari titik ini (no. 4), buatlah garis
putus-putus ke atas sejajar dengan garis PB(no. 1).
f.
Ukurlah titik tinggi hilal digaris (no.5) dari
garis melintang (no. 2) sepanjang hasil hitungan rumus 3, kemudian buatlah
gambar hilal dimana tanduk hilal bagian atas tepat di titik ini.
g.
Buatlah garis lurus yang menghubungkan antara titik
tinggi hilal (no. 6) dengan titik P.
h.
Ukurllah titik arah hilal terbenam digaris
melintang (no. 2) dari titik B sepanjang hasil hitungan rumus 4, kemudian
buatlah garis putus-putus lurus antara titik arah hilal terbenam ini
dengan titik tinggi hilal (no. 6)
i.
Buatlah garis lurus putus-putus yang menghubungkan
titik arah hilal terbnam ini dengan titik P.
Contoh peta Rukyat
S B
P
Peta rukyat tersebut di atas ini berdasarkan data matahari dan hilal sebagai berikut :
AM= -20ᵒ 40’ 19.26”
AHM= -23ᵒ 21’ 20.99”
H= 5ᵒ 16’ 34.98”
AHT= -22ᵒ 54’ 12.76”
Panjang garis PB= 10cm , sehingga :
a.
Arah matahari =
tan -20ᵒ 40’ 19.26” x 10cm = 3,77 cm
b.
Arah hilal =
tan -23ᵒ 21’ 20.99” x 10cm = 4.32cm
c.
Tinggi hilal =
10/cos -23ᵒ 21’ 20.99” x tan 5ᵒ 16’ 34.98” = 0.85cm
d.
Arah hilal terbenam =
tan -22ᵒ 54’ 12.76” = 4.23cm
F. Pelaksanaan rukyat
Setelah Tim Rukyah tiba di lokasi yang telah ditentukan sekitar satu setengah jam(1.5 jam) sebelum matahri terbenam, kemudian segera melakukan lokalisasi arah hilal dengan benang azimut, gawang lokasi atau dengan theodolit.Arah rukyat dengan benang azimut menggunakan rumus :
Tan Azimut x (90 – AB) |
Azimut : Azimut dihitung dari titik utara atau selatan ke titik barat
AB : Jarak yang ditentukan dari titik (A), yaitu perpotongan garis utara – selatan dengan barat – timur ke titik (B)
Contoh :
a.
Data azimut bulan= -22ᵒ 54’ 12.76” ( Barat ke selatan)
b.
Azimut matahari= -20ᵒ 40’ 19.26” ( Barat ke selatan )
c.
Panjang A-B= 100cm
d.
Arah hilal (AH)= tan(90 -22ᵒ 54’ 12.76”) x 100 =
236.69cm
e.
Arah matahari (AM)= tan (90 -20ᵒ 40’ 19.26”) x 100 =
265.03cm
f.
Gambar benang azimut sbb :
UtaraB
M
Barat Timur
H A
Selatan
Apabila rukyat menggunakan gawang lokasi, maka sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut :
a.
Kompas diletakkan di tempat yang dasar secara bebas
dari pengaruh magnet.
b.
Benang ditarik ke arah barat dan timur dengan melintasi
tepat titik pusat kompas, kemudian dicari arah titik barat dan timur, lebih
lanjut dikoreksi dngan variasi kompas , maka benang menggambarkan garis lurus
dari barat ke timur sejati.
c.
Menentukan sebuah titik di bagian timur benang atau
garis tersebut (no. 2), misal dengan titik P.
d.
Dari titik P diukur ke barat sepanjang 3meter
(misalnya), kemudian diberi titik B, sehingga terbuat garis PB.
e.
Pada titik B dibuat garis tegak lurus dari utara atau
selatan sesuai dengan arah matahari terbenam hilal pada saat itu. (sudut B = 90ᵒ)
f.
Pada garis (no. 5) ini, kemudian dari titik B diukur
sepanjang harga rumus 4 atau BG = tan AHT x PB. ( Ujung hasil ukur diberi titik
G, sehingga terbuatlah garis BG)
g.
Dititik G ini diletakkan tiang gawang lokasi secara
tegak lurus jangan sampai miring (gunakan lot/bandul supaya tegak lurus).
Sedang tiang lobang pengincar diletakkan pada titik P.
h.
Lobang pengincar disetel (naik – turun) sesuai dengan
ketinggian mata orang yang melakukan pengicaran.
i.
Gawang lokasi distel pula hingga antara lobang
pengincar, sisi bawah gawang lokasi, dan ufuq tepat pada satu garis lurus.
j.
Sisi atas gawang lokasi (SAG) disegel ( naik – turun )
setinggi harga rumus 3 atau SAG = (PB/ cos AHM) x tan H
Gambar Gawang Lokasi :Utara
HILAL Lubang Pengincar
Ufuq
B
G P
Selatan
Hal-hal yang dipersiapkan :
a.
Data hilal menurut hisab, mengenai
1)
Azimut hilal (ketika Matahri terbenam)
2)
Irtifa’ hilal
3)
Lama hilal.
4)
Waktu terbenamnya matahari.
b.
Siapkan Theodolit, kemudian lakukan hal-hal sebagai
berikut :
1)
Mengukur Azimut Hilal
2)
Mengukur irtifa’ Hilal.
G. Saat saat merukyah
Apabila persiapan dan berbagai peralatan sudah siap, serta posisi hilal sudah terlokalisasi dengan peralatan rukyat, misalnya :
1.
Benang Azimut
2.
Lobang pengincar pada gawang lokasi
3.
Dengan lensa theodolit atau teropong rukyat.
Maka, selanjutnya yang
dilakukan adalah :
1.
Mununggu saat matahari terbenam sambil mengamati
ketebalan awan daerah lokasihilal, serta mengisi daftar perukyat, memeberi
penjelasan teknik rukyat al hilal.
2.
Melakukan do’a untuk diberi kejelasan tentang hal-hal
yang dilihat dan kemudahan untuk meliat hilal, misal :
اللهم ارناالحق حقاوارزقنااتباعه وارناالباطل باطلا وا رقنااجتنا به
1.
Saat matahari terbenam, seluruh peserta melakukan
pengamatan sambil memberikan informasi tentang hilal sampai diperhitungkan
hilal terbenam.
2.
Apabila melihat hilal, dianjurkan membaca takbir dan
do’a sebagaimana do’a rasulullah saw :
اللَه آكبر الله آكبر الله آكبر
اللهم أهله علينا بالأ من والاٍ يما ن والسلا مة والاٍ سلا م ر بي ور بك الله
Setelah selesai, maka di
ambil keputusan tampak atau tidaknya hilal dan segera di laporkan kepada pihak
yang berkepentingan.BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Bulan dalam bahasa Arab identik dengan al-syahr atau al-syuhrah yang berarti kemashyuran dan kesombongan, sementara itu al-syahr juga berarti al-qamar itu sendiri dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit yang menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar karena sifat nampaknya yang jelas. Dalam pengertian ini bulan Qamariyah berarti hitungan bulan berdasarkan pada system peredaran bulan (al-qamar/lunar) mengelilingi bumi.Rukyat berasal dari bahasa arab yaitu kata al-ra’a yang berarti melihat dengan mata, maksudnya adalah melihat dengan mata bugil (langsung). Sedang kata al-hilal berarti bulan sabit, yaitu tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan.[4] Sedang menurut Ibn Mandzur menjelaskan bahwa yang disebut hilal adalah malam tanggal 1,2 dan 3 pada awal bulan Qamariyah. Dengan demikian yang dimaksud ru’yah al hilal adalah melihat bulan tanggal 1,2 dan 3 pada awal bulan Qamariyah.
Dalam pelaksanaan rukyat harus dapat menyiapkan peralatan yang lengkap guna mendukung kelancaran pelaksanaan rukyat tersebut, dengan menyiapkan : tim perukyat, perlengkapan pendukung, data-data Hilal dan peta perukyatan. Dengan pelaksanaan melakukan penghitungan benang Azimut, menggunakan Gawang lokasi, dan penggunaan theodolit atau teropong rukyat. Seperti yang telah di sebutkan di awal tadi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Murtadho, muh. Ilmu Falak Praktis. UIN-Malang
Press.2008
2.
Yusuf, choirul fuad. Hisab rukyat dan perbedaanya.
DepAg 2004: jakarta
3.
Izzuddin,
Ahmad. Fiqh Hisab dan Rukyah. Erlangga 2007 : Jakarta